BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan
salah satu negara pengekspor tuna terbesar di dunia. Ikan tuna pada umumnya diekspor
dalam bentuk segar utuh disiangi (fresh whole
gilled and gutted);
produk beku utuh disiangi (frozen whole gilled and gutted), loin (frozen loin) dan
steak beku (frozen steak); serta produk dalam kaleng (canned tuna).
Produk-produk tuna tersebut
sebagian besar diekspor
ke manca negara
dan hanya sebagian kecil yang dipasarkan di dalam negeri.
Dalam kurun waktu 1999- 2004, volume ekspor tuna
mengalami kenaikan rata-rata
sebesar 2,72 per tahun yakni dan 87.581 ton menjadi
94,221 ton. Sedangkan dan sisi nilai,
terjadi kenaikan
rata-rata sebesar 5,56 % per tahun, yaitu dan US $ 189,397
juta pada tahun 1999 menjadi US $ 243,937
juta pada tahun 2004 (Departemen Kelautan dan Penikanan,
2005).
Negara yang menduduki
peringkat atas sebagai tujuan ekspor tuna Indonesia adalah Jepang (36,84%), disusul
Amerika
Serikat (20,45%) dan Uni
Eropa
(12,69%). Data mi menggambarkan bahwa
tiga negaralkawasan tersebut
sangat berpengaruh terhadap kinerja
ekspor tuna Indonesia
(Departemen Kelautan dan Penikanan, 2005). Sementara itu,
ekspor ikan tuna
ke Uni Eropa
merosot dan 7.400
ton di tahun 2004 menjadi
2.416 ton pada
tahun 2006. Penurunan volume ekspor ikan
tuna segar khususnya ke Uni Eropa terhambat
oleh beberapa masalah,
antara lain tingginya kadar histamin dan logam
berat (Putro, 2008). Di tahun 2004, dalam laporan
RASFF (Rapid Alert System for Food and Feed) Uni
Eropa terdapat 39 kasus histamin
pada ikan, dengan 32 kasus terdapat
pada tuna. Dan 32 kasus tersebut, tuna yang berasal
dani Indonesia sebanyak
21 kasus. Selain kasus histamin,
terdapat juga 20 kasus logam berat yaitu kadmium dan merkuni (European
Communities, 2006). Sementara itu,
laporan FDA (Food and Drug
Administration) menj elaskan
bahwa dan tahun 2001-
2005 terdapat
350 penolakan pada produk tuna Indonesia karena kasus histamin
dan logam berat.
Ikan merupakan bahan pangan yang mudah mengalami kerusakan biologis oleh enzim atau mikroorganisme pembusuk,
sehingga memerlukan penanganan yang khusus untuk mempertahankan mutunya.
Proses kerusakan ikan berlangsung lebih cepat di daerah tropis karena suhu dan kelembaban harian yang tinggi.
Proses kemunduran mutu tersebut makin dipercepat dengan cara penanganan atau penangkapan yang kurang baik, fasilitas
sanitasi yang tidak memadai serta terbatasnya sarana distribusi dan pemasaran.
Penanganan yang baik sejak ikan diangkat dan air sangat penting mengingat sifat ikan yang penuh gizi dan punya Aw tinggi sehingga
cepat busuk. Usaha untuk memanfaatkan ikan sebaik-baiknya agar dapat digunakan
semaksimal mungkin sebagai bahan pangan banyak dilakukan
dengan berbagai cara. Salah satunya adalah
penggunaan suhu rendah pada semua rantai produksi
dan distnibusi sehingga
dapat mempertahankan tingkat
kesegaran ikan.
Ikan segar merupakan
ikan yang barn saja ditangkap, belum disimpan atau diawetkan dan mempunyai mutu yang tidak bernbah serta tidak mengalami kerusakan (SNI 01-2729-1992). Perubahan pada ikan setelah ditangkap
dan selama penyimpanan meliputi
aktifitas mikroba, enzim
autolisis dan reaksi kimia yang dapat dijadikan sebagai
indikator mutu. Proses
degradasi ATP dapat menj adi indikator mutu yang dapat ditentukan
dengan menghitung nilai-K.
Kemunduran mutu ikan juga dapat dideteksi dengan pengujian secara
kimiawi seperti kandungan TVB (Total Volatile
Base), TBA (Thiobarbituric Acid), TMA (Trimethyl Amine),
dan amina biogenik
terutama histamin.
Bakteri penyebab pembusukan pada suatu jenis ikan kemungkinan
akan berbeda dengan penyebab pembusukan pada ikan yang lain. Demikian
pula bakteri penyebab kerusakan
ikan di suatu daerah
mungkin j uga berbeda dengan
di daerah lainnya. Jenis-jenis bakteri pembusuk pada ikan antara
lain adalah Aeromonas,
Enterobactericeae, Pseudomonas, Shewanella, Vibrio dan lain lain. Bakteri penghasil histamin
termasuk pada golongan
Enterobacteriaceae, beberapa Vibrio sp, Clostridium dan Lactobacillus sp. Penghasil histamin
paling banyak adalah Morganella
morganii, Klebsiellapneumoniae
danHafnia alvei
(Huss, 1994).
1.2. Tujuan
Tujuan disusunnya makalah ini yaitu guna memenuhi tugas mata
kuliah Teknologi Penanganan Hasil Perikanan tahun pelajaran 2013.
1.3. Rumusan Masalah
Adapun rumusan maslah yang akan dibahas pada makalah ini
yaitu :
a.
Apa saja jenis-jenis penanganan ikan
tuna ?
b.
Bagaimana cara penanganan hasil
perikanan dari produk ikan tuna yang baik dan berkualitas ?
BAB
II
PEMBAHASAN
Tuna merupakan salah satu bahan
makanan yang mudah membusuk. Apabila tuna yang baru ditangkap tidak diberi
perlakuan atau penanganan yang tepat maka tuna tersebut mutunya menurun .Ikan
tuna salah satu komoditi unggulan perikanan di Indonesia. Penanganan tuna harus
dimulai segera setelah ikan diangkat dari air tempat hidupnya, dengan perlakuan suhu rendah dan memperhatikan
faktorkebersihan dan kesehatan. Penggunaan suhu rendah pada semua rantai
produksi dan distribusi sampai penyimpanan ikan tuna dapat mempertahankan mutu
ikan.
Cara penanganan bahan baku yang baik
akan menghasilkan produk pangan yang bermutu. Penanganan Tuna bertujuan untuk
memperoleh bahan baku yang bermutubaik Apabila bahan baku ini diolah akan
menghasilkan produk yangbermutu serta aman dikonsumsi. Upaya mempertahankan
mutu ikan tunadilakukan secara intensif.
Tuna merupakan komoditas ekonomi yang tinggi dan mampu menembuspasar internasional seperti halnya udang.
Ikan tuna adalah jenis ikan dengan kandungan protein yang tinggi danlemak yang
rendah. Ikan tuna mengandung protein antara 22,6 - 26,2g/100 g daging. Lemak
antara 0,2 - 2,7 g/100 g daging. Di samping itu ikan tuna mengandung
mineral kalsium, fosfor, besi dan sodium, vitamin A(retinol), dan vitamin B (thiamin,
riboflavin dan niasin)
Faktor-faktor
utama yang mempengaruhi mutu ikan, baik yang didaratkandari laut maupun yang ditangani di
darat adalah penerapan suhu rendah(pendinginan),
kecermatan, kebersihan, dan kecepatan bekerja (faktorwaktu). Mutu ikan
dapat dipertahankan apabila sejak penangkapan sampai padaproses pembekuannya
tidak lebih dari empat jam dan tidak terkena sinarmatahari langsung.
1.
Penanganan
ikan tuna diatas kapal
Tuna merupakan
ikan ekonomis penting yang ada di daerah PPSNZJ, ada dua jenis tuna yang diolah
disini yaitu madidihang (Thunnus albacores) dan tuna mata besar (Thunnus
obesus).Madidihang memiliki bentuk tubuh lebih ramping dan memiliki sirip
dorsal yang lebih panjang dibanding tuna mata besar. Tuna ditangkap menggunakan
rawai tuna atau tuna longline. Satu tuna longline biasanya mengoperasikan
1000-2000 mata pancing untuk sekali turun. Setelah ditangkap, ikan lalu
disortir. Penyortiran dilakukan untuk meminimalisir bakteri pengurai sehingga
ikan tidak cepat busuk.
Jenis penyortiran di
atas kapal adalah sebagai berikut:
1. Headless (HDD)
Yaitu
perlakuan ikan segar dengan cara memotong kepala dan pangkal ekor. Contoh ikan
yang mendapat perlakuan tersebut adalah meka, marlin, dan layaran.
2. Gillnes (GTT)
Yaitu
perlakuan ikan segar dengan memotong seluruh bagian sirip dan membuang isi
perut. Contoh: tuna
3. Whole (WHO)
Yaitu
perlakuan ikan segar dengan membiarkan seluruh tubuh tetap utuh. Contoh:
cakalang, skipjack, dan tenggiri.
Setelah disortir, tuna langsung
dimasukkan ke dalam palka. Ada dua tipe pendinginan pada palka yaitu
pendinginan menggunakan es curah dan pendinginan menggunakan
freezer. Pendinginan menggunakan freezer lebih baik dibanding es curah. Hal ini
dikarenakan suhu pada freezer dapat diatur. Suhu palka dipertahankan di bawah
5oC untuk mencegah kadar histamin naik.
2.
Penanganan ikan tuna di pelabuhan
/dermaga
Pada
saat tiba di pelabuhan, suhu palka di cek untuk memastikan suhunya masih di
bawah 5oC. Setelah di check, penutup seperti tenda di pasang dari kapal ke
tempat pendaratan tuna (TPT) untuk menghindari tuna terkena sinar matahari pada
saat pemindahan. Sinar matahari dapat menaikkan histamine pada tuna.
Histamin
adalah racun yang terdapat pada seafood yang dapat terjadinya keracunan
Histamin Fish Poisoning (HFP). Walaupun tidak secara menyeluruh tetapi
histamine ini ditemukan pada keluarga Scombridae dan Scombresocidae yang
meliputi tuna dan mackerel. Hal ini dikarenakan kedua jenis ikan ini memiliki
tingkat asam amino histidin yang tinggi pada dagingnya yang secara alami
mengalami perubahan dari histidin menjadi histamine akibat adanya aktivitas
bakteri (Mahendra, 2005).
Histamin
di dalam daging diproduksi oleh enzim yang menyebabkan dan meningkatkan
pemecahan histidin melalui proses dekarboksilaksi (pemotongan gugus karbon)
(Chetfel et.al dalam Mahendra, 2005). Ikan tuna segar pada dasarnya tidak
mengandung histamine dalam dagingnya, tetapi setelah mengalami proses
pembusukan atau dekomposisi, daging ikan ini mengandung histamine.
Pembentukan
histamine pada setiap spesies berbeda tergantung pada kandungan histidinnya,
tipe dan banyaknya bakteri yang mengkontaminasi, serta suhu pasca panen yang
menunjang pertumbuhan dan reaksi mikroba (Pan dalam Mahendra, 2005).
Setelah
ikan mati, sistem pertahan tubuhnya tidak bias lagi melindungi dari serangan
bakteri, bakteri pembentuk histamine mulai tumbuh dan memproduksi enzim
dekarboksilase yang akan menyerang histidin dan asam amino bebas lainnya pada
daging ikan.
Enzim
ini mengubah histidin dan asam amino bebas lainnya menjadi histamine yang
memiliki karakter yang lebih bersifat alkali. Histamin terbentuk pada suhu
sekitar 20°C. Segera setelah ikan mati, pembekuan merupakan cara mencegah
Scombrotoxin. Menurut Taylor (2002), Histamin tidak akan terbentuk bila ikan
selalu disimpan dibawah suhu 5°C.
Histamin
dapat dihambat dengan cara menurunkan suhu pada daging ikan sehingga suhu
optimal yang dibutuhkan untuk terjadinya perubahan histidin menjadi histamine
tidak tercapai, hal ini harus dilakukan sebelum histamine itu sendiri terbentuk
karena histamine bersifat stabil pada suhu 20°C (Bremmer et.al.,2003). Sehingga
untuk mencegah kadar histamine terbentuk, pada saat bekerja untuk memindahkan
tuna, saya melakukannya secepat mungkin kedalam TPT menggunakan slider untuk
mencegah paparan sinar matahari dan udara bebas terlalu lama.
·
Penerimaan
di TPT
Tempat
penerimaan tuna untuk dikemas dinamakan Tempat Pendaratan Tuna (TPT). Dari
hasil pengamatan, tuna yang sudah masuk TPT kemudian diuji secara organoleptik
untuk memperkirakan mutu bahan baku, ukuran dan jenis bahan baku yang sesuai.
Tujuan
dari uji organoleptik adalah mendapatkan bahan baku yang memenuhi persyaratan
mutu dan terhindar dari kontaminasi bakteri patogen serta bebas dari mata
pancing.
Tuna
segar yang diterima pada unit pengolahan ditangani secara cepat, cermat dan
bersih serta suhu pusat ikan dipertahankan maksimal 4,4°C. Pemeriksaan terhadap
mata pancing dilakukan terhadap setiap ikan dengan membuka insang dan mulut.
Pemerikasaan organoleptik dilakukan oleh orang yang berpengalaman karena
membutuhkan keterampilan khusus dan pengalaman bertahun-tahun untuk membedakan
kualitas tuna untuk ekspor.
·
Pencucian
I
Setelah
diuji organoleptik selanjutnya ikan tuna dibersihkan dari kotoran. Tujuannya
untuk mencegah kontaminasi bakteri. Pencucian dilakukan dengan cara mengusap
bagian tubuh ikan dengan air dingin. Pengusapan dilakukan searah dengan susunan
sisik mulai dari kepala sampai ekor. Proses dilakukan dengan cepat, cermat dan
saniter serta suhu pusat ikan dipertahankan maksimal 4,4°C.
·
Pemotongan
Sirip
Pemotongan
sirip dilakukan untuk menghindari kemunduran mutu, kontaminasi bakteri patogen,
dan kemudahan dalam proses pengemasan. Sirip ikan dipotong secara manual dari
arah ekor ke kepala. Pemotongan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter
sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu pusat
ikan maksimal 4,4°C.
·
Sortasi
Mutu
Sortasi
mutu dilakukan untuk mengecek kualitas daging tuna menggunakan checker (alat
berbentuk besi panjang yang dapat mengambil irisan daging tuna) pada bagian
belakang sirip pectoral dan pangkal ekor, bagian ini merupakan daerah yang
tidak diperlukan di restoran.
Kriteria
penentuan kualitas daging tuna umumnya meliputi komponen dibawah ini:
Tekstur
daging, tuna yang baik memiliki daging yang berserat dan tidak lembek saat
dipegang. Warna, tuna yang baik memiliki daging berwarna merah dan mata yang
bening. Kandungan minyak, tuna yang baik memiliki kandungan minyak.
Grade
pada tuna diinisialkan dari yang kualitasnya bagus hingga yang buruk
berturut-turut yaitu AAF, AA, AF, F, A , dan B+ untuk tujuan ekspor dan B untuk
pasar lokal. Inisial dalam penentuan grade berbeda untuk beberapa perusahaan.
·
Pencucian
II
Pencucian
dilakukan kembali untuk memastikan kotoran dan kontaminasi bakteri telah hilang.
Pencucian dilakukan dengan cara mengusap pada bagian tubuh ikan dengan air
dingin. Pengusapan dilakukan searah dengan susunan sisik mulai dari kepala
sampai ekor.
Proses
dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta suhu pusat ikan dipertahankan
maksimal 4,4°C. Selain bagian luar, bagian dalam tuna juga perlu dibersihkan
seperti isi perut, daging di tulang pipi; sirip dorsal, ventral, dan caudal;
dan darah untuk menghindari pembusukan.
Menurut
Omura dalam Mahendra (2005), Bakteri pembentuk histamine lebih banyak terdapat
pada insang dan isi perut. Kemungkinan besar insang dan isi perut merupakan
sumber bakteri ini karena jaringan otot ikan segar biasanya bebas dari
mikroorganisme. Untuk ekspor ke Amerika sama seperti ekspor ke Negara lain
hanya ditambahkan bagian kepala juga dipotong.
Alat
yang digunakan pada penanganan tuna harus sesuai dengan SNI 01-2693.3-2006
yaitu Semua peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam penanganan tuna
segar untuk sashimi mempunyai permukaan yang halus dan rata, tidak mengelupas,
tidak berkarat, tidak merupakan sumber cemaran jasad renik, tidak retak dan
mudah dibersihkan. Semua peralatan dalam keadaan bersih, sebelum, selama dan
sesudah digunakan.
·
Penimbangan
Penimbangan
dilakukan untuk mendapatkan berat tunayang sesuai dengan ukuran yang telah
ditentukan. Ikan ditimbang satu persatumenggunakan timbangan yang telah
dikalibrasi.
·
Pengusapan
(swabbing)
Pengusapan
dilakukan untuk membersihkan kotoran dan mencegah kontaminasi bakteri.
Pengusapan dilakukan dengan cara mengusap pada bagian tubuh ikan memakai spons
yang sudah direndam dengan air dingin. Pengusapan dilakukan searah dengan
susunan sisik mulai dari kepala sampai ekor. Proses dilakukan dengan cepat,
cermat dan saniter.
·
Pengepakan
dan Pelabelan
Proses
pengemasan sangat penting karena berpengaruh pada kualitas tuna selama
diperjalanan. Jika pengemasan tidak baik maka kualitas dari daging tuna akan
berubah saat sampai di Negara tujuan ekspor. Tujuan ekspor dari perusahaan
pengolahan tuna segar adalah Jepang, Amerika Serikat, dan Uni Eropa.
Hal
yang perlu dipersiapkan untuk pengemasan adalah box karton ukuran 120 x 50 x 40
cm, plastik bening, kertas stereoform, dan biang es. Pertama-tama box disiapkan
lalu diberi dua buah plastik ukuran 2 x 1,5 m dan satu kertas steoroform ukuran
1,5 x 1,5 m di dalamnya. Kemudian tuna dimasukkan kedalam box tersebut.
Tuna
yang dimasukkan biasanya berjumlah 2-3 ekor dalam satu box. Untuk mencegah
pembusukan selama perjalanan, biang es di masukkan ke bagian dalam kepala tuna
dan di sekitar tubuh tuna. Setelah itu di bungkus dengan plastik tadi. Untuk
mencegah es menyublim, plastik tersebut di ikat menggunakan selotip.
Selanjutnya box tersebut ditutup dan diberi label. Label pada tuna tertulis no
kapal, berat ikan, jenis ikan, dan grade. Sedangkan label pada kardus adalah
tujuan pengiriman, nama pengirim, nama penerima, berat tuna di kemasan, dan
grade. Lalu kardus tersebut diikat menggunakan tali plastik dan diberi selotip
di kedua ujungnya untuk mencegah udara masuk. Terakhir dimasukkan ke dalam
mobil box dan siap di ekspor.
Jenis
penyortiran tuna di TPT tergantung dari Negara tujuan ekspor, diantaranya
adalah sebagai berikut:
Jepang; Perlakuan tuna yang akan dikirim ke
Jepang meliputi pembersiha isi perut dan pemotongan sirip kaudal.
Uni Eropa; Perlakuan tuna yang akan dikirim
ke Uni Eropa meliputi pembersihan isi perut, pemotongan sirip kaudal, dan
pemotongan sirip ekor.
Amerika Serikat; Perlakuan tuna yang akan
dikirim ke Amerika Serikat meliputi pembersihan isi perut, pemotongan sirip
kaudal, pemotongan sirip ekor, dan pemotongan kepala.
·
Penyimpanan
Dingin
Untuk
Tuna yang masih menunggu waktu untuk dipasarkan maka dilakukan penampungan
dalam ruang pendingin atau dengan es kering dan tetap
mempertahankan
suhu pusat tuna maksimal 4,4°C.
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Tuna merupakan salah satu bahan
makanan yang mudah membusuk. Apabila tuna yang baru ditangkap tidak diberi
perlakuan atau penanganan yang tepat maka tuna tersebut mutunya menurun Cara penanganan bahan baku yang baik akan menghasilkan
produk pangan yang bermutu. Penanganan Tuna bertujuan untuk memperoleh bahan
baku yang bermutubaik Apabila bahan baku ini diolah akan menghasilkan produk
yangbermutu serta aman dikonsumsi.
Penaganan ikan tuna diatas kapal
dilakukan dengan penyortiran ikan hasil tangkapan yang kemudian selanjutnya
disimpan dipalka. Sementara pada penanganan ikan tuna di dermaga atau pelabuhan
dilakukan dengan tahap Penerimaan
di TPT
Pencucian I, Pemotongan Sirip, Sortasi Mutu, Pencucian II, Penimbangan, Pengusapan (swabbing), Pengepakan dan Pelabelan, Penyimpanan Dingin.
Pencucian I, Pemotongan Sirip, Sortasi Mutu, Pencucian II, Penimbangan, Pengusapan (swabbing), Pengepakan dan Pelabelan, Penyimpanan Dingin.
sangat membantu skli dalm menambah ilmu dan pengetahuanku dan juga merangkum tugas makalah ..thanskk.
BalasHapussangat membantu sklai dlam tugas merangkum makalah thenks
BalasHapus